Jumat, 27 November 2009

KPK Resmi Selidiki Anggodo

Agenda Pertama, Periksa Ari Muladi 

Desakan publik agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangani secara khusus Anggodo Widjojo mulai direspons. Kemarin lembaga antikorupsi itu menegaskan telah memulai penyelidikan dugaan korupsi yang menyeret adik bos PT Masaro Radiokom Anggoro Widjojo itu.

Juru Bicara KPK Johan Budi S.P. mengungkapkan bahwa KPK telah meningkatkan status penanganan Anggodo Widjojo. ''Kami tegaskan bahwa penanganan Anggodo dalam status penyelidikan,'' jelasnya.

Surat perintah penyelidikan tersebut diteken pimpinan KPK kemarin pagi. ''Penyelidikan itu tentu terkait kasus korupsi,'' tambah pria kelahiran Mojokerto itu.

Dia menambahkan, saat ini KPK memiliki waktu yang cukup untuk menggali bukti-bukti dan memeriksa sejumlah saksi sebagai bahan untuk penyidikan. ''Kami belum bisa sharing bukti apa yang kami miliki. Sebab, status penyelidikan baru tadi (kemarin),'' ucapnya.

KPK sebenarnya sudah memiliki setumpuk bukti. Yang paling mencolok adalah rekaman penyadapan antara Anggodo Widjojo dan sejumlah aparat penegak hukum. Di antaranya, mantan Jamintel Wisnu Subroto, Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga, sejumlah penyidik Mabes Polri, hingga anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Ktut Sudiarsa. Rekaman itu disebut Mahkamah Konstitusi sebagai rekayasa kasus yang menyeret dua pimpinan KPK Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Riyanto.

Sebelumnya, KPK telah menggandeng kepolisian untuk berkoordinasi terkait kasus itu. Wakabareskrim Irjen Pol Dikdik Mulyana Arif secara khusus mendatangi lembaga itu untuk membicarakan penanganan kasus yang menyita perhatian publik tersebut.

KPK dan Polri memilah mana saja yang bisa ditangani masing-masing lembaga tersebut. Saat itu juga beredar kabar bahwa kepolisian menyerahkan berkas perkara Anggodo ke KPK. Namun, KPK masih maju mundur menentukan sikap terkait penanganan kasus itu.

Dalam penyelidikan hari pertama kemarin, KPK juga mengagendakan pemeriksaan terhadap Ari Muladi. Ari disebut-sebut menyetorkan uang Anggoro kepada pimpinan KPK. ''Kami memanggil Ari juga terkait penyelidikan (Anggodo) ini,'' ucap Johan.

Ari mendatangi gedung KPK sekitar pukul 14.00. Dia ditemani dua pengacaranya, Sugeng Teguh Santosa dan Petrus Celestinus. ''Saya tak tahu mau dimintai keterangan apa oleh penyelidik,'' jelasnya saat akan masuk gedung KPK. Pemeriksaan Ari berlangsung satu jam di lantai 7 gedung tersebut.

Setelah pemeriksaan, Sugeng mengutarakan sedikit kekesalannya terkait penanganan kasus itu. Semula saat mendatangi KPK, Sugeng berpikir bahwa kliennya diperiksa terkait laporannya ke lembaga itu.

Kala itu Sugeng dan Ari mengadukan upaya mencegah, menghalangi, dan menggagalkan suatu penyelidikan tindak pidana korupsi yang melibatkan Anggodo. Itu diatur dalam pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor. Pelanggar pasal tersebut diancam minimal 3 tahun dan maksimal 12 tahun penjara. ''Saya kaget ternyata Pak Ari diperiksa terkait kasus percobaan penyuapan,'' jelas Sugeng.

Karena itu, dia meminta penyelidik memeriksa ulang kliennya terkait laporannya tersebut. ''Untunglah, petugas menyetujui dan Pak Ari akan diperiksa lagi Senin pagi (30/11),'' ucapnya. Janjinya, penyelidik membuat surat penyelidikan baru yang dijadikan satu dengan langkah KPK.

Menurut Sugeng, percobaan penyuapan dalam kasus Anggodo tersebut adalah upaya lempar handuk kepolisian kepada KPK. ''Penanganan kasus itu juga belum memiliki segmen yang luas. Lempar handuk itu ada upaya melindungi penegak hukum lain yang terlibat,'' tuturnya.

Apabila mengacu pada laporannya terkait upaya menghalangi penyidikan korupsi, itu justru bisa digunakan KPK sebagai pintu masuk membersihkan aparat penegak hukum. Sebab, siapa pun yang terlibat di sana bisa dimintai pertanggungjawaban. ''Saya kira pimpinan KPK juga harus jujur terkait masalah ini,'' tambahnya.

Nonaktifkan Anggota LPSK

Kemarin Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) juga menonaktifkan dua anggotanya yang diduga terlibat skandal rekaman yang diputar di Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka adalah Ktut Sudiarsa dan Myra Diarsi. Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengungkapkan, penonaktifan dua anggota lembaga perlindungan itu berlaku sampai komite etik yang dibentuk menjatuhkan sanksi bagi mereka berdua.

LPSK juga telah membentuk komite etik terkait kasus itu. Komite itu beranggota lima orang. Mereka adalah dua orang dari LPSK, Teguh Sudarsono dan Sindu Krisno, dan tiga orang lagi berasal dari tiga unsur, yakni akademisi, wakil pemerintah, dan praktisi hukum. Namun, LPSK belum menyebutkan siapa tiga orang yang dilibatkan itu.

''Penonaktifan itu sampai ada keputusan komite etik,'' jelas Abdul Haris. Apabila terbukti melanggar kode etik, Ktut dan Myra terancam pemecatan.

Sumber : www.jawapos.com

Tidak ada komentar: