Jumat, 27 November 2009

PPATK Temukan Puluhan Transaksi Mencurigakan


Aliran dana talangan atau bailout Bank Century Rp 6,7 triliun, tampaknya, harus diusut tuntas. Sebab, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah menemukan sedikitnya 50 transaksi mencurigakan.

Kepala PPATK Yunus Husein menyatakan, sesuai permintaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar pihaknya membantu menelusuri aliran dana bailout Bank Century, PPATK sudah menindaklanjuti dengan meminta informasi kepada 16 penyedia jasa keuangan (PJK), terutama perbankan.

''Hasilnya, hingga 23 November 2009, telah diterima sekitar 50 laporan transaksi keuangan mencurigakan (LKTM) dari 10 PJK,'' ujarnya dalam keterangan pers kemarin (26/11).

Menurut dia, hasil analisis terhadap transaksi mencurigakan tersebut sudah diserahkan kepada BPK. ''Hasil analisis menunjukkan, setidaknya 17 penerima (dari transaksi mencurigakan) berupa perusahaan dan lainnya individu,'' ungkapnya.

Yang dimaksud transaksi keuangan mencurigakan atau suspicious transaction adalah transaksi yang menyimpang dari kebiasaan atau tidak wajar dan tidak selalu terkait dengan tindak pidana tertentu.

Beberapa ciri transaksi mencurigakan adalah tidak memiliki tujuan ekonomis dan bisnis yang jelas, menggunakan uang tunai dalam jumlah relatif besar, dan/atau dilakukan secara berulang-ulang di luar kewajaran serta di luar kebiasaan dan kewajaran aktivitas transaksi nasabah.

Berdasar data PPATK, beberapa modus transaksi yang kemudian diidentifikasi mencurigakan adalah tren pencucian uang dalam kasus penipuan melalui penggunaan identitas palsu dalam pembukaan rekening di bank. Lalu, tren baru seperti pembelian aset berharga dan penempatan investasi pada financial market.

Yunus mengungkapkan, sesuai permintaan BPK yang disampaikan melalui tiga surat kepada PPATK, BPK meminta informasi mengenai aliran dana keluar serta maksud dan tujuan penggunaan dari rekening pihak-pihak yang terkait dengan kasus Bank Century, baik Bank Century ke rekening di bank lain atas nama pihak-pihak tertentu. ''Ini melibatkan 124 transaksi yang terkait dengan lebih dari 50 nasabah,'' ujarnya.

Dia menyatakan, PPATK juga sudah empat kali bertemu BPK pada 16 September 2009, 2 Oktober 2009, serta 6 dan 9 November 2009. ''Saat koordinasi itu, karena keterbatasan waktu audit BPK, disepakati permintaan BPK (untuk menelusuri aliran dana) hanya sampai 2-3 lapis aliran dana dari Bank Century,'' jelasnya.

Yunus juga meluruskan opini yang saat ini berkembang bahwa ada tujuh lapis aliran dana dari Bank Century. Menurut dia, yang benar adalah tujuh kali lapis aliran dana berarti tujuh kali perpindahan dana dari satu bank ke bank lain sampai perpindahan ke tujuh bank lainnya. Pada perpindahan kedua dan selanjutnya, aliran dana bisa jadi bercabang, sehingga penelusuran bisa dilakukan pada lebih dari tujuh bank/penyedia jasa keuangan saja.

Karena itu, lanjut dia, penelusuran dana memang bukan perkara mudah. Sebab, untuk mendapatkan satu lapis aliran dana saja, permintaan data kepada penyedia jasa keuangan memerlukan waktu beberapa minggu.

''Perlu diingat, PPATK tidak memiliki akses online terhadap database penyedia jasa keuangan. Karena itu, penelusuran aliran dana harus melalui mekanisme permintaan informasi kepada PJK yang tentunya memerlukan waktu,'' paparnya.

Yunus juga mengklarifikasi usul pembuatan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) agar BPK bisa mendapatkan data dari PPATK. Menurut dia, langkah PPATK dalam memenuhi permintaan BPK telah berdasar pada UU No 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah dengan UU No 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU).

''Dengan demikian, kami ingin mempertegas bahwa PPATK dapat memberikan informasi kepada BPK sesuai undang-undang yang berlaku saat ini, sehingga pengusulan perppu tidak diperlukan,'' tegasnya.

Meski demikian, Yunus mengakui, PPATK maupun penerima data aliran dana tetap tidak bisa memublikasikan hasil penelusuran dana. Sebab, ada larangan dan batasan dalam pasal 10A dan 17A UU TPPU.

Sementara itu, Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Firdaus Djaelani kembali menegaskan bahwa tidak ada dana bailout Bank Century yang mengalir ke partai politik tertentu atau pasangan calon presiden tertentu. ''Saya tegaskan, tidak satu sen pun dana yang disetorkan ke parpol atau tim sukses capres,'' ujarnya saat press briefing kinerja Bank Mutiara (eks Bank Century) di kantor pusat Bank Mutiara, Jakarta, kemarin.

Saat ini, LPS menjadi pemegang saham Bank Mutiara setelah menyuntikkan dana bailout Rp 6,7 triliun. Namun, Firdaus menyatakan, pihaknya hanya bisa mengawasi sebatas dana keluar dari Bank Century atau Bank Mutiara.

''Yang jelas, kalau dana dari Bank Mutiara, saya pastikan clear. Tapi, tentu kami tidak tahu apakah setelah ditransfer dari Bank Mutiara ke bank lain, kemudian dana itu ditransfer ke mana-mana lagi hingga ke rekening siapa. Yang bisa menelusuri itu kan PPATK,'' paparnya.

Direktur Utama Bank Mutiara Maryono menambahkan, di antara total dana talangan Rp 6,7 triliun, ada sekitar Rp 4 triliun yang ditarik nasabah pada periode 21 November hingga Desember 2008. ''Sisanya masih ada di instrumen SUN (surat utang negara), SBI (sertifikat Bank Indonesia), serta Fasbi (fasilitas simpanan Bank Indonesia),'' ujarnya.

Di antara Rp 4 triliun yang ditarik keluar tersebut, total Rp 2,2 triliun ditarik oleh 8.250 nasabah kecil (nilai simpanan di bawah Rp 2 miliar). Sebanyak Rp 1,8 triliun lainnya ditarik 328 nasabah besar yang rata-rata penarikannya mencapai Rp 5,6 miliar per nasabah. ''Yang narik besar-besar malah BUMN,'' katanya.

Namun, sebagian nasabah besar tersebut tidak serta-merta menarik dananya dalam jumlah besar. Sebab, dalam wawancara sebelumnya (20/11) dengan Jawa Pos, Maryono menyebutkan, di antara total dana nasabah yang ditarik, penarikan pada periode 21 November-Desember dalam jumlah lebih dari Rp 2 miliar dalam sekali transaki hanya Rp 890 miliar. Dengan demikian, beberapa nasabah besar menarik dalam jumlah kecil atau kurang dari Rp 2 miliar.

Bagaimana dengan kemungkinan modus pemecahan rekening nasabah besar menjadi rekening-rekening kecil dengan simpanan maksimal Rp 2 miliar? Misalnya, yang dilakukan manajemen lama atas dana Boedi Sampoerna USD 42,8 juta yang dipecah menjadi 247 deposito dengan nilai masing-masing Rp 2 miliar.

Direktur Treasury & International Banking Bank Mutiara Ahmad Fajar menegaskan, tindakan akal-akalan tersebut dilakukan oleh manajemen lama dan tidak pernah dilakukan manajemen baru. ''Jadi, sejak diambil alih LPS, semua transaki selalu tercatat dan akuntabel,'' tegasnya. 
 
www.jawapos.com

Tidak ada komentar: