Rabu, 25 November 2009

Ketidaktegasan Presiden Bisa Picu People Power

 Selasa, 24 November 2009

Bekas Direktur Operasi Khusus Intelijen, Pitut Soeharto, mengatakan, penyikapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam kasus Bibit-Chandra yang mengambang dapat mendelegitimasi kedudukannya.Pernyataan Pitut ini menanggapi keputusan yang dikeluarkan Presiden dalam menyikapi rekomendasi Tim 8 kasus Bibit-Chandra, Senin malam.

Menurut Pitut, bukan tak mungkin ketidakpuasan itu akan berkembang menjadi gerakan massa atau people power untuk menurunkan Presiden Yudhoyono. "Jaringan saya menginformasikan sudah ada yang mau bergerak," kata Pitut yang juga pernah aktif di Badan Koordinasi Intelijen Negara ini di Surabaya, Jawa Timur, Senin (23/11) malam.

Pitut juga tak membantah sinyalemen Adnan Buyung Nasution yang menyebutkan ada operasi intelijen untuk melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi. Anggodo Widjoyo dan Ary Muladi, menurut Pitut, merupakan orang-orang yang menjadi trigger terjadinya operasi intelijen itu.

Saat ditanya apakah Anggodo dan Ary adalah agen ganda, Pitut berujar, "Anggodo pernah kami galang, dan pejabat Kejaksaan Agung dan Polri yang saat ini terlibat juga pernah saya pakai," kata pria yang sering menjadi sumber Secret Operation di salah satu stasiun televisi swasta itu.

Namun, Pitut membantah bila kasus ini merupakan refleksi perselisihan tentara dan polisi. Sebab, menurutnya, meski saat ini tentara relatif tak diakomodasi dalam kabinet Yudhoyono, namun justru secara lembaga mereka diuntungkan.

Pitut juga mengesampingkan kasus Bibit-Chandra ini merupakan letupan ketidakpuasan karena Kepala Badan Intelijen Negara dipegang oleh seorang polisi. "Salah kalau analisanya ke sana, meskipun SBY saya nilai kurang tepat mengangkat kepala intelijen dari kalangan polisi," kata Pitut.

Lebih jauh Pitut mengungkapkan, sejak masih dinas di ketentaraan, Yudhoyono sulit mengambil keputusan tegas.  "Saat SBY masih menjadi wakil komandan batalyon saya ikut membina dia, dan dalam banyak hal sikapnya memang agak ragu-ragu," kata Pitut.

Pada periode pertama Yudhoyono menjabat presiden, Pitut mengaku pernah empat kali dipanggil ke istana untuk dimintai masukan tentang masalah ekonomi, sosial, budaya, dan intelijen.

Namun, kata purnawirawan jenderal bintang dua ini, seluruh masukan yang dia berikan ke SBY tidak ada yang ditindaklanjuti. Akhirnya saat Presiden memanggil untuk kelima kalinya Pitut tidak datang. "Ya, buat apa datang kalau masukan saya tidak dipakai," kata Pitut yang kini berumur 80 tahun.

Sekretaris Jenderal PDIP Pramono Anung menyayangkan pidato tanggapan Presiden Yudhoyono terhadap rekomendasi Tim 8. Pidato tersebut justru menimbulkan ketidakpastian (uncertainty) di kalangan masyarakat.

"Ini betul-betul membuang energi kita. Publik masih harus menunggu proses penyelesaian (hukum kasus Bibit-Chandra) yang akan dilakukan," kata Pramono di Jakartaa, Selasa (24/11).

Sedangkan Ketua MPR Taufiq Kiemas, Selasa (24/11), malas untuk mengomentari sikap Presiden atas kasus Bibit-Chandra. "Malas juga (mengomentari pidato). Bicaranya begitu. Muter saja di situ terus," kata Taufik di Jakarta.

Di Yogyakarta, mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Jogja untuk Indonesia Damai (AJI Damai) mengadakan aksi teaterikal dengan memasang bendera setengah tiang dan melakukan aksi bungkam di Perempatan Tugu, Yogyakarta, Selasa, (24/11).

Bendera setengah tiang mereka kibarkan karena merasa berkabung atas pernyataan Presiden yang dinilai tidak jelas menuntaskan masalah pada kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah serta penanganan kasus Bank Century. “Kami kecewa dengan pidato Presiden yang muter-muter, mengambang, dan sangat lamban penyelesaiannya,” tegas Koordinator Aksi Subkhi Ridho.

Dari Surakarta, Jawa Tengah, aktivis antikorupsi yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Antikorupsi atau Gerak mengecam sikap Presiden Yudhoyono yang dinilai tidak tegas dalam pemberantasan korupsi.

Hal itu, menurut mereka, terlihat dari sikap Presiden Yudhoyono yang tidak mengambil tindakan tegas dalam kasus Bank Century. "Jelas-jelas Bank Cantury telah merugikan keuangan negara hingga Rp 6,7 triliun. Tapi sepertinya penanganannya tidak serius," tandas Koordinator Gerak, Winarso dalam aksi yang digelar di Bundaran Gladag Surakarta, Selasa (24/11).
Dia mendesak Presiden memerintahkan pengusutan tuntas kasus Bank Century dan menyeret mereka yang bersalah ke pengadilan. "Seperti Boediono dan Sri Mulyani," lanjutnya.

Di Surabaya, Jawa Timur, ratusan massa dari Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI) serta beberapa organisasi lainnya, berunjuk rasa di depan gedung Negara Grahadi Surabaya, Selasa (24/11).

Massa menilai Presiden tidak tegas dalam menyelesaikan skandal kasus Century dan kriminalisasi terhadap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. "Pidato Yudhoyono semalam terkesan ragu dan gamang serta belum mencerminkan rasa keadilan masyarakat," kata Suprayitno, koordinator aksi.

Padahal, selama ini, masyarakat sangat haus keadilan dan menunggu kebijakan Presiden untuk menyelesaikan dua masalah yang sangat menyita perhatian publik itu.

Sementara di Lampung, puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Liga Mahasiswa Nasional Untuk Demokrasi berunjuk rasa menuntut Presiden Yudhoyono dan Wakil Presiden Boedino meletakkan jabatan.

Tuntutan mahasiswa itu terkait pidato Presiden yang tidak tegas terhadap kasus kriminalisasi dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. “Presiden tidak tegas dan mengambang. Jika tidak terlibat upaya pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi kenapa harus ragu dan pengecut,” tegas Ketua Liga Mahasiswa Nasional Untuk Demokrasi Bandar Lampung, Dewa Putu Adi Wibawa, Selasa (24/11).

Aksi serupa juga digelar di Jakarta dan Bandung, Jawa Barat, yang melibatkan ratusan massa.

tempointeraktif

Tidak ada komentar: