Selasa, 24 November 2009

Membedah Kasus Penyelamatan Bank Century

Banyak Simpan Produk Busuk

Sabtu pekan lalu (21/11), genap setahun PT Bank Century Tbk (kini Bank Mutiara) diambil alih Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Dalam setahun ini pula polemik seputar kucuran duit ke Century terus mengemuka.

---

Pada 21 November 2008, pemerintah resmi mengambil alih Bank Century. Waktu itu, pemerintah menunjuk tiga orang dari Bank Mandiri untuk mengelola Bank Century.

Belakangan, bergabung pula mantan bankir dari Bank OCBC NISP. Mere­ka harus bekerja keras membereskan problem kronis di bank hasil merger Bank CIC, Bank Pikko, dan Bank Danpac itu.

Dirut Bank Mutiara Maryono meng­akui, manajemen baru benar-benar mewarisi bank busuk. Bila boleh memilih, bankir dari Bank Mandiri itu lebih senang membikin bank baru daripada mengelola Bank Century. ''Itu saking beratnya problem di Bank Century,'' tuturnya kepada Jawa Pos di Jakarta, Jumat (20/11).

Direktur Bank Mutiara Ahmad Fajar menjelaskan, kebobrokan Bank Century disebabkan empat faktor utama. Pertama, banyaknya surat berharga bu­suk yang dimiliki pemegang saham lama. Yakni, Ravat Ali Rijvi (warga ke­turunan Pakistan berkebangsaan Inggris) dan Hesham al Warraq (warga Arab Saudi). Mereka adalah pemilik First Gulf Asia Holding yang menjadi pemegang saham pengendali dan menguasai 9,55 persen saham Bank Century.

Untuk menutupi surat berharga busuk tersebut, lanjut bankir Bank Mandiri itu, pemilik lama menjaminkan uang tunai USD 220 juta di Bank Dresdner, Swiss, sehingga seakan-akan lancar. ''Padahal, semua surat berharga yang dibuat orang asing itu busuk,'' ujarnya.

Kedua, kualitas kredit sangat jelek. Kre­dit tersebut, lanjut Fajar, diberikan oleh manajemen lama kepada pihak-pihak yang masih memiliki kaitan dengan para pemilik. Nah, kredit tersebut diberikan dengan agunan saham Bank Century dan surat berharga yang busuk.

''Aneh kan, orang mau kredit mestinya memberikan agunan. Nah, agunannya itu ya saham dan surat berharganya sendiri,'' katanya.

Karena diberikan sembarangan, banyak kredit yang akhirnya macet. Namun, pemilik sudah menggarong dana ratusan miliar rupiah dari kredit fiktif tersebut. ''Duit itu ternyata digunakan untuk membayar investor Antaboga (reksadana Antaboga Sekuritas) yang jatuh tempo. Jadi, duitnya itu muter-muter saja,'' jelasnya.

Ketiga, kredit ekspor atau L/C fiktif. Menurut Fajar, dalam modus tersebut, pemilik lama menerbitkan L/C fiktif dengan jaminan, lagi-lagi surat berharga milik Bank Century.

''Setelah cair, duit itu digunakan lagi untuk membayar nasabah Antaboga yang jatuh tempo. Jadi, ini tambal sulam saja. Misalnya, ada dana yang disetor nasabah Antaboga. Itu sebagian digunakan untuk ekspansi usaha pemilik lama dan sebagian dibawa ke luar negeri. Begitu ada nasabah yang jatuh tempo, duitnya diambilkan dari rekayasa keuangan di Bank Century itu juga,'' paparnya.

Keempat, fraud (penipuan) maupun biaya-biaya fiktif. Biasanya, kata Fajar, dana fiktif tersebut diatasnamakan biaya marketing ataupun renovasi yang jumlahnya mencapai miliaran rupiah.

''Penipuan ini awalnya kecil-kecil, tapi akhirnya terakumulasi menjadi besar. Saat bank akan kolaps dan harus membuat laporan keuangan, untuk menutup bolong-bolong itu, pemilik lama menggunakan dana milik seorang nasabah (Boedi Sampoerna, Red), sehingga muncullah kasus penggelapan USD 18 juta dolar itu,'' bebernya.

Dari modus-modus tersebut, kata Fajar, yang menjadi korban kejahatan para pemilik lama adalah institusi Bank Century dan nasabah Antaboga. Sebab, begitu masuk, dana nasabah Antaboga itu langsung dibawa ke luar.

''Jadi, kalau (nasabah Antaboga) melakukan klaim ke kami (manajemen baru, Red), ya kurang tepat. Sebab, kami sebenarnya di pihak yang sama, sama-sama sebagai korban. Jadi, kalau mau nuntut, ya bareng-bareng saja. Manajemen sekarang bersama nasabah Antaboga gabung untuk ngejar si pemilik lama,'' tegasnya.

Karena itu, tambah Maryono, pihaknya tetap tidak bisa membayar klaim ribuan nasabah Antaboga. Sebab, dana tersebut memang tidak ada di Bank Mutiara saat ini. Selain itu, sebagai produk investasi, nasabah Antaboga bukanlah nasabah Bank Century, tapi investor Antaboga.

''Kalau saya membayar nasabah Antaboga dengan duit Bank Mutiara, saya bisa ditangkap (dipidanakan, Red). Sebab, itu duitnya LPS selaku pemegang saham,'' ujarnya serius.

Soal klaim nasabah Antaboga yang mengaku dananya di Century dipindahkan secara sepihak oleh manajemen lama ke rekening Antaboga, Maryono meminta agar melihat kasus per kasus. ''Itu mungkin hanya ada beberapa. Kalau kasus yang seperti itu, silakan diselesaikan melalui pengadilan,'' katanya